Sabtu, 11 Januari 2014

anemia apalastik

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Landasan Teori
Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang ditandai dengan penurunan komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan produksi di sumsum tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.
Konsep mengenai anemia aplastik pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988 oleh Paul Ehrlich. Ia melaporkan seorang wanita muda yang pucat dan panas dengan ulserasi gusi, menorrhagia, anemia berat dan leukopenia. Sewaktu dilakukan autopsi ditemukan tidak ada sumsum tulang yang aktif, dan Ehrlich kemudian menghubungkannya dengan adanya penekanan pada fungsi sumsum tulang. Pada tahun 1904, Chauffard memperkenalkan istilah anemia aplastik.
Insidensi anemia aplastik bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun. Insidensi anemia aplastik diperkirakan lebih sering terjadi di negara Timur dibanding negara Barat. Peningkatan insiden mungkin berhubungan dengan faktor lingkungan seperti peningkatan paparan terhadap bahan kimia toksik dibandingkan faktor genetik.Selain itu ketersediaan obat-obat yang dapat diperjual belikan dengan bebas merupakan salah satu faktor resiko peningkatan insiden. Obat-obat seperti kloramfenikol terbukti dapat mensupresi sumsum tulang dan mengakibatkan aplasia sumsum tulang dan mengakibatkan aplasia sumsum tulang sehingga diperkirakan menjadi penyebab tingginya insiden. Kasus anemia aplastik ini sangat rendah pertahunnya. Kira-kira 2 – 5 kasus/juta penduduk/tahun.
 Dan umumnya penyakit ini bisa diderita semua umur. Meski termasuk jarang, tetapi penyakit ini tergolong penyakit yang berpotensi mengancam jiwa dan biasanya dapat menyebabkan kematian.Pada pria penyakit anemia aplastik ini lebih berat dibanding wanita walaupun sebenarnya perbandingan jumlah antara pria dan wanita hampir sama.
1.2  Batasan Masalah
Pada makalah ini akan membahas tentang anemia aplastik.        
1.3  Rumusan Masalah
1.3.1      Definisi dari anemia ?
1.3.2      Definisi dari anemia aplastik ?
1.3.3      Klasifikasi anemia aplastik ?
1.3.4      Bagaimana patofisiologinya?
1.3.5      Apakah tanda dan gejala dari anemia aplastik ?
1.3.6      Penyebab dari anemia aplastik?
1.3.7      Pemeriksaan laboraturium apa yang dapat digunakan ?
1.3.8      Bagaimana pencegahan pada anemia aplastik?
1.3.9      Bagaimanakah cara pengobatan pada anemia aplastik?
1.3.10  Prognosis apa yang dapat disampaikan?
1.4  Tujuan
    1.4.1 Tujuan Khusus
               Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hematologi III.
    1.4.2 Tujuan Umum
......  Agar mengetahui,dan mengerti serta memahami segala sesuatu yang berhubungan dengan anemia aplastik.
1.5 Manfaat
  Agar kita dapat lebih mengenal tentang anemia aplastik pada mata kuliah Hematologi III ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi  Anemia
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah normal.anemia bukanlah suatu penyakit melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh.secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya.kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi,pajanan toksiknvasi tumor dan kebanyakan hal yang tidak diketahui.sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis.lisis sel darah merah terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limfa. Sebagian hasil proses ini, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran darah.setiap kenaikan destruksi sel darah merah dan segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma.
2.2 Definisi Anemia Aplastik
      Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang ditandai dengan pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang. Pada anemia aplastik terjadi penurunan produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga menyebabkan retikulositopenia, anemia, granulositopenia, monositopenia dan trombositopenia.  Istilah anemia aplastik sering juga digunakan untuk menjelaskan anemia refrakter atau bahkan pansitopenia oleh sebab apapun. Sinonim lain yang sering digunakan antara lain hipositemia progressif, anemia aregeneratif, aleukia hemoragika, panmyeloptisis, anemia hipoplastik dan anemia paralitik toksik.
2.3 Klasifikasi Anemia Aplastik
Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Idiopatik : Biasanya kasus tidak diketahui gejala yang jelas
2. Sekunder : Bila kasusanya telah diketahui.
3. Konstitusional : Adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan, misalnya Anemia
    Fanconi.
2.4 Patofisiologi
     Kegagalan sum-sum terjadi akibat kerusakan berat pada kompartemen sel hematopoetik. Pada anemia aplastik, tergantinya sum-sum tulang dengan lemak dapat terlihat pada morfologi spesimen biopsy dan MRI pada spinal. Sel yang membawa antigen CD34, marker dari sel hematopoietik dini, semakin lemah, dan pada penelitian fungsional, sel bakal dan primitive kebanyakan tidak ditemukan.Suatu kerusakan intrinsic pada sel bakal terjadi pada anemia aplastik konstitusional: sel dari pasien dengan anemia Fanconi mengalami kerusakan kromosom dan kematian pada paparan terhadap beberapa agen kimia tertentu. Telomer kebanyakan pendek pada pasien anemia aplastik, dan mutasi pada gen yang berperan dalam perbaikan telomere (TERC dan TERT ) dapat diidentifikasi pada beberapa orang dewasa dengan anomaly akibat kegagalan sum-sum dan tanpa anomaly secara fisik atau dengan riwayat keluarga dengan penyakit yang serupa.  Anemia aplasia sepertinya tidak disebabkan oleh kerusakan stroma atau produksi faktor pertumbuhan.
2.5 Tanda dan Gejala Anemia Aplastik
     Pada penderita anemia aplastik dapat ditemukan tiga gejala utama yaitu, anemia kurang darah merah), trombositopenia (kurang trombosit), dan leukopenia (kurang leukosit).        Ketiga gejala ini disertai dengan gejala-gejala lain yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.       Anemia biasanya ditandai dengan pucat, mudah lelah, lemah, hilang selera makan, dan palpitasi. Gejala-gejala lain yang berkaitan dengan anemia adalah defisiensi trombosit dan sel darah            putih.
2.      Trombositopenia, misalnya: perdarahan gusi, epistaksis, petekia, ekimosa dan lain-lain.
3.       Leukopenia, misalnya: infeksi.
Selain itu, hepatosplenomegali dan limfa denopati juga dapat ditemukan pada penderita    anemia      aplastik  ini  meski             sangat jarang terjadi.

2.6  Penyebab Anemia Aplastik
Penyebab hampir sebagian besar kasus anemia aplastik bersifat idiopatik dimana penyebabnya masih belum dapat dipastikan. Namun ada faktor-faktor yang diduga dapat memicu terjadinya  penyakit          anemia aplastik                  ini.
Faktor-faktor penyebab yang dimaksud antara lain:
  1. Penyakit kongenital atau menurun seperti anemia fanconi, dyskeratosis congenita, sindrom Pearson, sindrom Dubowitz dan lain-lain. Diduga penyakit-penyakit ini memiliki kaitan dengan kegagalan sumsum tulang yang mengakibatkan terjadinya pansitopenia (defisit sel darah).
  2.  Zat-zat kimia yang sering menjadi penyebab anemia aplastik misalnya benzen, arsen, insektisida, dan lain-lain. Zat-zat kimia tersebut biasanya terhirup ataupun terkena (secara kontak kulit) pada seseorang.
  3. Obat seperti kloramfenikol diduga dapat menyebabkan anemia aplastik. Misalnya pemberian kloramfenikol pada bayi sejak berumur 2 – 3 bulan akan menyebabkan anemia aplastik setelah berumur 6 tahun. America Medical Association juga telah membuat daftar obat-obat yang dapat menimbulkan anemia aplastik. Obat-obat yang dimaksud antara lain: Azathioprine, Karbamazepine, Inhibitor carbonic anhydrase, Kloramfenikol, Ethosuksimide, Indomethasin, Imunoglobulin limfosit, Penisilamine, Probenesid, Quinacrine, Obat-obat sulfonamide, Sulfonilurea, Obat-obat thiazide, Trimethadione.
  4. Radiasi juga dianggap sebagai penyebab anemia aplastik ini karena dapat mengakibatkan kerusakan pada sel induk ataupun menyebabkan kerusakan pada lingkungan sel induk. Contoh radiasi yang dimaksud antara lain pajanan sinar X yang berlebihan ataupun jatuhan radioaktif (misalnya dari ledakan bom nuklir). Paparan oleh radiasi berenergi tinggi ataupun sedang yang berlangsung lama dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang akut dan kronis maupun anemia aplastik.
  5. Selain radiasi, infeksi juga dapat menyebabkan anemia aplastik. Misalnya seperti infeksi virus Hepatitis C, EBV, CMV, parvovirus, HIV, dengue dan lain-lain.
2.7 Pemeriksaan Laboratorium Anemia Aplastik
      2.7.1. Darah
        Apusan menunjukkan eritrosit yang besar dan kurangnya platelet dan granulosit. Mean corpuscular volume (MCV) biasanya meningkat. Retikulosit tidak ditemukan atau kurang dan jumlah limfosit dapat normal atau sedikit menurun. Keberadaan myeloid immature menandakan leukemia atau MDS sel darah merah yang bernukleus menandakan adanya fibrosis sum-sum atau invasi tumor platelet abnormal menunjukkan adanya kerusakan perifer atau MDS.
      2.7.2. Sumsum Tulang
        Sumsum tulang biasanya mudah diaspirasi namun menjadi encer jika diapuskan dan biopsi spesimen lemak terlihat pucat pada pengambilan. Pada aplasia berat, apusan dari specimen aspirat hanya menunjukkan sel darah merah, limfosit residual, dan sel strome; biopsy (dimana sebaiknya berukuran >1 cm) sangat baik untuk menentukan selularitas dan kebanyakan menunjukkan lemak jika dilihat dibawah mikroskop, dengan sel hematopoetik menempati <25% style=""> sumsum yang kosong, sedangkan “hot-spot” hematopoiesis dapat pula terlihat pada kasus yang berat. Jika spesimen pungsi krista iliaka tidak adekuat, sel dapat pula diaspirasi di sternum. Sel hematopoietik residual seharusnya mempunyai morfologi yang normal, kecuali untuk eritropoiesis megaloblastik ringan; megakariosit selalu sangat berkurang dan biasanya tidak ditemukan. Sebaiknya myeloblast dicari pada area sekitar spikula. Granuloma (pada specimen seluler) dapat mengindikasikan etiologi infeksi dari kegagalan sumsum.
 2.8  Pencegahan Pada Anemia Aplastik
     Usaha pertama untuk mencegah anemia aplastik ini adalah menghindari paparan bahan kimia berlebih sebab bahan kimia seperti benzena juga diduga dapat menyebabkan         anemia aplastik.
     Kemudian hindari juga konsumsi obat-obat yang dapat memicu anemia aplastik. Kalaupun memang harus mengonsumsi obat-obat yang demikian, sebisa mungkin jangan mengonsumsinya secara berlebihan. Selain bahan kimia dan obat, ada baiknya pula untuk menjauhi radiasi seperti sinar X dan radiasi lainnya.
Selain itu dapat mencakup lingkungan yang dilindungi (ruangan dengan aliran udara yang mendatar atau tempat yang nyaman) dan higiene yang baik. Pada pendarahan dan/atau infeksi perlu dilakukan terapi komponen darah yang baik, yaitu sel darah merah, granulosit dan trombosit dan antibiotik.
2.9  Pengobatan Anemia Aplastik
    Pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita Anemia Aplastik cukup banyak yang diantaranya :
1.      Terapi  Suportif
Transfusi sel darah merah dan trombosit sangat bermanfaat. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi kekurangan sel darah merah dan trombosit.
2.      Faktor-faktor  pertumbuhan   hematopoietik
Terapi dengan faktor pertumbuhan sebenarnya tidak dapat memperbaiki kerusakan sel induk. Namun terapi ini masih dapat dijadikan pilihan terutama untuk pasien dengan infeksi berat.
3.      Transplantasi   Sumsum   Tulang
Transplantasi sumsum tulang ini dapat dilakukan pada pasien anemia aplastik jika memiliki donor yang cocok HLA-nya (misalnya saudara kembar ataupun saudara kandung). Terapi ini sangat baik pada pasien yang masih anak-anak.
Transplantasi sumsum tulang ini dapat mencapai angka keberhasilan lebih dari 80% jika memiliki donor yang HLA-nya cocok. Namun angka ini dapat menurun bila pasien yang mendapat terapi semakin tua. Artinya, semakin meningkat umur, makin meningkat pula reaksi penolakan sumsum tulang donor. Kondisi ini biasa disebut GVHD atau graft-versus-host disease. Kondisi pasien akan semakin memburuk.
4.       Terapi   imunosupresif
Terapi imunosupresif dapat dijadikan pilihan bagi mereka yang menderita anemia aplastik. Terapi ini dilakukan dengan konsumsi obat-obatan. Obat-obat yang termasuk terapi imunosupresif ini antara lain antithymocyte globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG), siklosporin A (CsA) dan         Oxymethalone. Oxymethalon juga memiliki efek samping diantaranya, retensi garam dan kerusakan hati. Orang dewasa yang tidak mungkin lagi melakukan terapi transplantasi sumsum tulang, dapat melakukan terapi imunosupresif ini.
    Pengobatan anemia aplastik dapat bersifat suportif yaitu dengan transfusi PRC dan trombosit. Penggunaan obat-obat atau agen kimia yang diduga menjadi penyebab anemia aplastik harus dihentikan.
Prognosis
      Anemia aplastik ± 80% meninggal (karena perdarahan atas infeksi). Separuhnya meninggal dalam waktu 3-4 bulan setelah diagnosis.
      Anemia aplastik ringan ± 50% sembuh sempurna atau parsial. Kematian terjadi dalam waktu yang lama.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang disebabkan oleh kegagalan produksi di sumsum tulang sehingga mengakibatkan penurunan komponen selular pada darah tepi yaitu berupa keadaan pansitopenia (kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit). Anemia aplastik merupakan penyakit yang jarang ditemukan. Insidensinya bervariasi di seluruh dunia yaitu berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun. Frekuensi tertinggi insidensi anemia aplastik adalah pada usia muda. Anemia aplastik dapat disebabkan oleh bahan kimia, obat-obatan, virus, dan terkait dengan penyakit-penyakit yang lain. Anemia aplastik juga ada yang ditururunkan seperti anemia Fanconi. Akan tetapi, kebanyakan kasus anemia aplastik merupakan idiopatik.
3.2  Saran
Disarankan agar menghindari paparan bahan kimia, mengkonsumsi obat-obatan yang dapat memicu anemia aplastik, sebaiknya untuk menjauhi radiasi, menjaga lingkungan sekitar dan hygine yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Young NS, Alter BP. Aplastic anemia : Acquired and Inherited. Philadelphia : WB Saunders,1994
Bakta, I Made, Prof. Dr. “Hematologi Klinik Ringkas”. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006: 98 – 110
Hoffbrand.A.V.,J.E.Pettit and P.A.H.Moss.2002.HEMATOLOGI.Jakarta:EGC,2005
http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-qhze241.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar